Praktisi Hukum Soroti Kontribusi Rp200 Ribu di “Pemalang Inspiring Teacher 2025”, Berpotensi Masuk Kategori Pungutan Liar
RABN.CO.ID, PEMALANG – Acara “Pemalang Inspiring Teacher 2025” yang dijadwalkan pada 30 Agustus 2025 menuai kritik keras dari kalangan praktisi hukum. Meski panitia menyebut kegiatan ini diselenggarakan dengan anggaran mandiri tanpa APBD, kewajiban kontribusi Rp200 ribu per peserta dinilai janggal dan berpotensi masuk kategori pungutan liar.
Praktisi hukum Dr.(c) Imam Subiyanto, S.H., M.H., CPM menegaskan bahwa penggunaan istilah “anggaran mandiri” tidak serta-merta membebaskan panitia dari kewajiban hukum. “Jika iuran Rp200 ribu ditarik secara kolektif melalui mekanisme K3S atau KWK, maka unsur sukarela hilang. Itu berubah menjadi pungutan yang tidak memiliki dasar hukum, dan rawan masuk ranah pungutan liar,” tegas Imam, Selasa (26/8).
Imam menilai, dalih “investasi pendidikan” tidak bisa dijadikan legitimasi. Menurutnya, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 menegaskan larangan pungutan tanpa dasar hukum yang jelas di dunia pendidikan. “Peningkatan kualitas guru adalah kewajiban negara melalui APBD dan APBN. Tidak boleh dibebankan kepada guru dengan pungutan yang dikemas seolah sukarela,” lanjutnya.
Selain itu, kontribusi Rp200 ribu justru berpotensi membebani guru honorer yang pendapatannya minim. “Guru honorer di Pemalang banyak yang gajinya jauh di bawah UMK. Memberi beban tambahan untuk ikut acara atas nama peningkatan mutu jelas bertentangan dengan asas keadilan,” ujarnya.
Imam juga menyoroti kondisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pemalang yang masih terendah di Jawa Tengah. Data BPS 2023 mencatat IPM Pemalang hanya 69,03, berada di peringkat 35 dari 35 kabupaten/kota. “Paradoks. IPM rendah, tapi upaya peningkatan kapasitas guru tidak ditanggung pemerintah. Justru dibebankan kepada guru. Ini bentuk lepas tangan dari kewajiban konstitusional,” kritiknya.
Praktisi hukum ini mengingatkan pemerintah daerah agar tidak memberi ruang pada pungutan dengan label “partisipasi sukarela” yang tidak sesuai hukum. “Gerakan kolektif pendidikan itu baik, tapi harus akuntabel, transparan, dan berbasis regulasi. Kalau tidak, acara in CGi bisa masuk kategori pungutan liar berkedok pendidikan,” pungkas Imam.(RedF/sby)
Editor : Sofid