Aksi Damai Berbuah Nota Kesepahaman, Suara Rakyat Tersalurkan, Pemerintah Berjanji Tindak Lanjut
RABN.CO.ID, PEMALANG – Aksi damai yang di gelar di depan Pendopo Kabupaten Pemalang akhirnya berujung pada tercapainya nota kesepahaman antara perwakilan massa dengan Pemerintah daerah.
Aliansi Masyarakat Pemalang Bersatu pada 4 September 2025 menyuarakan tiga tuntutan pokok: jalan yang layak, rumah yang aman dari banjir rob, dan sekolah yang bersih dari pungutan liar. Itu bukan tuntutan berlebihan, melainkan kebutuhan dasar yang seharusnya dipenuhi pemerintah.
Fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya. Jalan di Desa Wisnu rusak akibat longsor berbulan-bulan tanpa perbaikan. Warga pesisir Blendung terus berulang kali diterjang banjir rob. Banyak desa lain masih menghadapi akses jalan yang berlubang dan bergelombang. Sementara itu, pungutan liar di sekolah masih membebani orang tua murid dan merusak citra pendidikan. Situasi ini memperlihatkan lemahnya fungsi pengawasan dinas maupun DPRD sebagai wakil rakyat.
Dari aksi damai yang berlangsung tertib itu lahir nota kesepahaman berisi 11 butir yang ditandatangani langsung oleh Bupati Pemalang. Langkah ini patut diapresiasi sebagai bentuk keterbukaan pemerintah terhadap aspirasi masyarakat. Namun, nota kesepahaman hanyalah awal. Tanpa pengawasan publik, transparansi anggaran, dan sanksi tegas bagi aparat serta kontraktor nakal, kesepakatan tersebut berpotensi menjadi dokumen kosong.
Pemerintah Kabupaten Pemalang kini memiliki momentum untuk mengubah krisis kepercayaan menjadi peluang perbaikan. Jalan yang rusak harus segera diperbaiki, kawasan pesisir perlu perlindungan lebih kuat, dan dunia pendidikan harus dibersihkan dari praktik pungli.
Warga Pemalang tidak menolak pembangunan. Mereka hanya menuntut keadilan dalam pemenuhan kebutuhan dasar. Janji tidak akan cukup; masyarakat menanti bukti nyata. Jika tuntutan ini kembali diabaikan, bukan tidak mungkin aksi serupa akan terulang dengan skala yang lebih besar.
Nota kesepahaman ini adalah ujian bagi Bupati dan jajarannya. Jika benar-benar dijalankan, Pemalang bisa menapaki jalan baru menuju pemerintahan yang lebih transparan, tegas, dan berpihak pada rakyat. Inilah saatnya pemerintah membuktikan bahwa janji tidak lagi berhenti di kertas.
Janji yang Harus Dijaga
Nota Kesepahaman yang ditandatangani Bupati Pemalang bersama DPRD dan disaksikan unsur Forkopimda menjadi momen penting dalam perjalanan demokrasi lokal. Dokumen ini bukan sekadar kertas berisi poin-poin janji, melainkan representasi aspirasi rakyat Pemalang yang sudah terlalu lama menunggu wujud nyata pembangunan yang adil, transparan, dan berpihak pada kepentingan masyarakat.
Ada tiga isu pokok yang menjadi sorotan publik:
Pertama, infrastruktur jalan yang selama ini rusak dan menjadi penghambat mobilitas warga, petani, nelayan, hingga pelajar. Komitmen perbaikan, termasuk pembangunan Jalan Wisnu–Watukumpul, harus dijalankan sesuai tenggat waktu, bukan hanya menjadi jargon politik.
Kedua, penghentian praktik pungutan liar, pemborosan anggaran melalui rapat di luar daerah, serta program seragam dan LKS gratis yang harus dievaluasi. Rakyat menuntut bersihnya birokrasi dari praktik rasuah yang selama ini menggerogoti kepercayaan publik.
Ketiga, isu lingkungan dan kesejahteraan rakyat kecil: mulai dari penanganan banjir rob, sampah yang kerap meledak menjadi masalah, hingga ketersediaan air bersih, layanan kesehatan, dan pendidikan yang layak. Semua itu bukan permintaan berlebihan, melainkan hak dasar warga negara.
Editorial ini menekankan bahwa nota kesepahaman tersebut adalah janji politik dan moral yang tak boleh diabaikan. Keberanian rakyat bersuara melalui aksi damai patut diapresiasi, namun pekerjaan rumah sebenarnya ada di pundak para pemimpin daerah: memastikan semua poin benar-benar dieksekusi, bukan hanya ditandatangani.
Pada akhirnya, rakyat hanya menuntut satu hal: kepastian. Kepastian bahwa Pemalang bisa keluar dari lingkaran masalah lama, menuju arah pembangunan yang merata, bersih, dan berpihak pada kepentingan publik.(rabn-pml)
Editor : Sofid