Editorial: Banprov Jangan Jadi ATM Politik, Dari Aspal Jalan ke Aspal Pencitraan Pilkades 2026
RABN.CO.ID, PEMALANG – Dana Bantuan Provinsi (Banprov) sejatinya dimaksudkan sebagai instrumen memperkuat infrastruktur desa. Jalan, saluran irigasi, jembatan besar,dan kecil hingga fasilitas publik adalah kebutuhan riil yang mestinya lahir dari suara warga. Namun, di Pemalang dan sejumlah daerah Jawa Tengah, Banprov perlahan berubah fungsi: dari alat pembangunan menjadi panggung pencitraan.
Pentingnya keadilan pembangunan insfratruktur yang merata di tiap-tiap desa, jangan sampai ada ketimpangan dalam distribusi dana Banprov Jawa Tengah, seperti di Pemalang 212 desa, ada desa tertentu mendapatkan Banprov lebih dari 17 titik, melebihi desa lain di Pemkab Pemalang.
Kepala desa menjelang Pilkades 2026 tak ubahnya politisi yang sedang memoles citra. Gapura megah, tugu simbolis, hingga proyek mercusuar seperti “Jembatan”. Pertanyaannya sederhana: apakah itu yang paling dibutuhkan warga? Atau sekadar cara agar nama kades tertanam kuat di ingatan pemilih?
Lebih parah lagi, regulasi longgar dan pengawasan lemah membuat Banprov rawan diselewengkan. Transparansi minim, papan proyek absen, bahkan mekanisme partisipasi warga sering dipotong. Desa akhirnya hanya menjadi lokasi proyek, bukan subjek pembangunan. Minggu(28/9)
Jika tren ini dibiarkan, Banprov tak lebih dari ATM politik. Dana publik yang mestinya memperkuat ekonomi desa justru dijadikan tabungan elektoral. Uang rakyat kembali ke rakyat, tapi dalam bentuk pencitraan, bukan kesejahteraan.
Banprov harus dikembalikan ke khitahnya: pembangunan desa berbasis kebutuhan nyata, bukan proyek mercusuar.
BPK Provinsi Jawa Tengah, BPKAD, hingga Inspektorat wajib menutup celah manipulasi. Transparansi wajib, pengawasan harus ketat, dan laporan harus terbuka bagi publik.
Infrastruktur boleh dibangun, tapi politik jangan ikut dipelihara dengan uang rakyat.
Editorial ini sebagai instrumen, bahwa tim pelaksana kegiatan (TPK) besutan kades,dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), sebuah lembaga resmi perwakilan rakyat di tingkat desa,sekaligus sebagai perwujudan demokrasi di desa berfungsi sebagai “parlemen”desa, jangan diam membisu.(MF)
Editor : Sofid