Editorial: Kredit Macet Miliyaran Rupiah di BPR Bank Pemalang,Ujian Integritas Oknum Eksekutif dan Legislatif
RABN.CO.ID, PEMALANG – Kasus kredit macet senilai Rp12 miliar di tubuh Perseroda BPR Bank Pemalang tidak bisa dianggap sekadar “risiko usaha.” Apalagi, sebagian debitur yang menunggak disebut diduga anggota Eksekutif maupun Legislatif Kabupaten Pemalang. Fakta ini bukan hanya soal angka di neraca keuangan bank, melainkan juga soal moralitas pejabat publik yang mestinya menjadi teladan.
Kredit usaha memang bisa menghadapi kendala. Namun, ketika debitur yang bermasalah ternyata duduk di kursi Eksekutif dan Legislatif , persoalan bergeser menjadi pertaruhan etika. Bagaimana mungkin wakil rakyat yang digaji dari uang rakyat, justru mengabaikan kewajiban finansialnya kepada lembaga keuangan daerah?
Publik layak mempertanyakan: apakah dewan yang seharusnya mengawasi jalannya pemerintahan, justru menjadi beban bagi institusi daerah? Jika benar ada dugaan oknum dimaksud yang menunggak, maka tanggung jawab moral mereka jauh lebih besar daripada debitur biasa. Jabatan publik tidak boleh menjadi tameng untuk menghindari kewajiban.
Langkah BPR Pemalang menggandeng Kejaksaan Negeri dalam penyelesaian kredit macet patut diapresiasi, namun tidak cukup. Transparansi adalah kunci. Identitas debitur yang kebetulan menjabat sebagai pejabat publik tidak boleh ditutup-tutupi. Semakin lama hal ini dibiarkan abu-abu, semakin besar pula kecurigaan publik bahwa ada perlakuan istimewa.
Sikap diam Ketua DPRD Pemalang menambah tanda tanya. Dalam situasi seperti ini, klarifikasi terbuka bukan sekadar pilihan, melainkan kewajiban. Masyarakat Pemalang berhak mengetahui bagaimana integritas para wakilnya diuji.
Editorial ini menegaskan: rakyat tidak butuh wakil yang hanya pandai berpidato tentang akuntabilitas, tetapi gagal memberi contoh dalam urusan pribadi. Jika utang kepada BPR Bank Pemalang daerah saja diabaikan, bagaimana publik bisa percaya mereka mampu menjaga uang daerah yang jauh lebih besar nilainya?
Pemalang butuh wakil rakyat yang bersih, jujur, dan berintegritas. Kredit macet Rp12 miliar ini bukan hanya soal angka, ini adalah cermin, seberapa pantas wakil rakyat masih disebut layak menyandang gelar terhormat.
Ironis kini terpampang nyata : Disaat rakyat kecil dipaksa bayar pajak hingga rupiah terakhir, sebagai Eksekutif dan Legislatif Pemalang justru bisa sembunyi dibalik status”yang terhormat.” Pertanyaannya, seberapa lama predikat itu masih pantas disandang?
Publik menanti jawaban yang tegas. Apakah hukum berani menembus pagar kebal “yang terhormat”di gedung yang megah, ataukah kasus ini lagi-lagi berakhir dengan kompromi dimeja belakang?
Publik menanti ketegasan dan keberanian Kejaksaan Negeri Pemalang untuk segera memutus seluruh mata rantai itu.(rabn-pml)
Editor : Sofid