M Fadli Nizami, S.I.P Soroti: Ketimpang Distribusi Dana Banprov, Masyarakat Pertanyakan Pemerataan Pembangunan infrastruktur 212 Desa di Pemalang
RABN.CO.ID, SEMARANG –
M Fadli Nizami,S.I.P pemerhati kebijakan publik,polemik soal pembagian Dana Bantuan Provinsi (Banprov) kembali mencuat. Sejumlah masyarakat mempertanyakan keadilan dan pemerataan pembangunan antar desa. Pasalnya, belakangan ini, ada desa yang fenomenal mendapat kucuran dana Banprov mencapai 17 titik lebih,mengungguli 211 desa lainya di Kabupaten Pemalang Jawa Tengah,sementara desa lain seperti “dihapus dari daftar”.
Dana Banprov yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur desa, seperti jalan, talud, dan drainase, dinilai tidak dibagikan secara merata. Warga menuding adanya ketimpangan dalam distribusi bantuan, bahkan muncul dugaan penentuan penerima berdasarkan kedekatan politik dan bukan kebutuhan.
Desa yang terisolir, menjadi salah satu pihak yang paling dirugikan. Mereka membandingkan desanya dengan desa tetangga yang setiap tahun mendapatkan bantuan serupa.Publik menilai ada “tangan tak terlihat” dalam pembagian anggaran.
Sementara itu, M Nizami,S.I,P pemerhati kebijakan publik, menyoroti lemahnya sistem pengawasan pemerintah daerah terhadap mekanisme usulan dan penyaluran Banprov,Rabu (8/10)
“Ini bukan dana pribadi pejabat. Banprov adalah uang rakyat, yang harus digunakan untuk kemaslahatan bersama,” tegasnya.
Kisruh pemerataan Banprov ini belakangan mencuat di sejumlah kecamatan di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Isu ini merebak setelah, publik di hebohkan satu desa mendapatkan Banprov 17 titik lebih ditambah 2 titik ( pokok pikiran) Dewan,siapa yang bermain ?
Ketidakjelasan kriteria penentuan penerima bantuan menjadi akar persoalan. Tak ada keterbukaan mengenai desa mana saja yang berhak menerima, dan berdasarkan indikator apa penilaian kelayakan dilakukan. Akibatnya, publik menilai ada aroma tebang pilih dan intervensi politik dalam prosesnya.
Akibat ketimpangan itu, banyak desa tertinggal terpaksa menunda pembangunan jalan, talud, dan fasilitas publik. Aktivitas ekonomi warga pun terhambat. Jalan rusak, irigasi terbengkalai, dan pembangunan terpusat di wilayah yang “itu-itu saja.”
Masyarakat kini menunggu sikap tegas Gubernur dan Inspektorat Provinsi Jawa Tengah untuk menertibkan sistem Banprov yang dinilai tak transparan.
“Kalau pemerintah terus diam, publik akan menganggap Banprov hanyalah alat politik, bukan instrumen keadilan,” ujar Nizami menutup percakapan.
Karena dana Banprov bukan uang arisan — rakyat menuntut keadilan, bukan giliran. (MF)
Editor : Sofid