tindakan eksekusi yang dilakukan secara sepihak dan tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku merupakan bentuk pelanggaran hukum
RABN.CO.ID, JEMBER – Lembaga Perlindungan Konsumen Republik Indonesia (LPK-RI) Kabupaten Jember melakukan pendampingan hukum kepada seorang konsumen atas nama Ika Sosilowati, yang merasa dirugikan oleh tindakan sepihak dari PT Toyota Astra Financial Services (PT.TAF Finance) dalam penarikan kendaraan miliknya.
Dalam kronologi yang disampaikan oleh Ika Sosilowati di Kantor LPK-RI Jember, ia menjelaskan bahwa dirinya memang menunggak angsuran selama dua bulan. Namun, pihak leasing justru menginformasikan bahwa akan diberikan keringanan denda apabila debitur datang ke kantor membawa unit mobil dan STNK.( 28/6/2025 )
Setelah tiba di kantor PT.TAF Finance, debitur justru dipaksa menandatangani surat penyerahan unit. Tidak hanya itu, saat pihak leasing meminta STNK dan kunci mobil dengan dalih untuk difotokopi, mobil yang semula diparkir di halaman kantor ternyata sudah tidak berada di tempat.
Saat dipertanyakan, pihak leasing berdalih bahwa kendaraan tersebut harus dititipkan selama 1×24 jam, dan baru dapat dikembalikan jika konsumen membayar tunggakan angsuran dan biaya penarikan sebesar Rp 22 juta. Atas peristiwa tersebut, LPK-RI Jember melakukan klarifikasi langsung ke pihak manajemen PT.TAF Finance.
Namun, pihak leasing berdalih bahwa tindakan penarikan sudah sesuai dengan perjanjian yang tercantum dalam akta perjanjian kredit. Pernyataan ini dikritisi oleh Tim Hukum LPK-RI Jember, karena bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Menurut Victor, salah satu anggota Tim Hukum LPK-RI Jember, tindakan penarikan unit kendaraan secara sepihak oleh perusahaan pembiayaan merupakan pelanggaran terhadap sejumlah ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Pasal 29 ayat (1) menyatakan bahwa apabila debitur melakukan wanprestasi (ingkar janji), kreditur memang memiliki hak untuk menjual objek jaminan fidusia atas kekuasaan sendiri (parate eksekusi), sepanjang terdapat klausul eksekusi sendiri dalam akta jaminan fidusia.
Meskipun demikian, pelaksanaan eksekusi tersebut tetap harus mengikuti prosedur hukum yang sah. Kreditur tidak dibenarkan melakukan penarikan kendaraan secara paksa di lapangan atau di jalan tanpa terlebih dahulu menempuh mekanisme hukum yang diatur dalam perundang-undangan.
Pasal 30 dari undang-undang yang sama juga menegaskan bahwa pelaksanaan eksekusi tidak boleh bertentangan dengan hukum dan wajib menghormati hak-hak debitur sebagai konsumen. Artinya, walaupun kreditur memiliki hak eksekusi, pelaksanaannya tidak boleh dilakukan secara sepihak, sewenang-wenang, atau dengan cara-cara yang merugikan konsumen.
Lebih lanjut, ketentuan tersebut dipertegas oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, yang menyatakan bahwa eksekusi atas objek jaminan fidusia tidak dapat dilakukan secara sepihak. Penarikan kendaraan hanya sah dilakukan apabila terdapat kesepakatan antara kreditur dan debitur mengenai terjadinya wanprestasi, atau apabila telah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Dalam hal tidak terdapat kesepakatan wanprestasi, perusahaan pembiayaan diwajibkan untuk mengajukan gugatan ke pengadilan terlebih dahulu guna memperoleh izin eksekusi. Oleh karena itu, tindakan leasing yang menarik kendaraan secara langsung di lapangan tanpa dasar hukum atau tanpa penetapan pengadilan, meskipun konsumen mengalami keterlambatan pembayaran, merupakan perbuatan melawan hukum.
Dari sudut pandang hukum perdata, Pasal 1320 dan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyatakan bahwa suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak (pacta sunt servanda). Namun demikian, isi perjanjian tersebut tetap harus tunduk pada ketentuan hukum positif yang berlaku, termasuk regulasi mengenai perlindungan konsumen dan hukum jaminan fidusia.
Dengan demikian, setiap tindakan eksekusi yang dilakukan secara sepihak dan tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku merupakan bentuk pelanggaran hukum, yang dapat menimbulkan konsekuensi yuridis, termasuk diajukannya gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) di pengadilan.
Melalui pernyataan resminya, LPK-RI Kabupaten Jember mengingatkan seluruh pelaku usaha di sektor jasa keuangan agar senantiasa menghormati hak-hak konsumen, serta menjalankan proses penagihan dan penarikan kendaraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. LPK-RI menegaskan bahwa tindakan intimidatif, manipulatif, atau yang dilakukan secara sepihak di luar prosedur hukum tidak dapat dibenarkan dalam bentuk apa pun.
“Kami berkomitmen untuk menjadi garda terdepan dalam melindungi dan membela hak-hak konsumen, serta mendorong penyelesaian sengketa secara adil, transparan, dan bermartabat,” tegas perwakilan LPK-RI Jember.
LPK-RI Jember juga telah menyampaikan permohonan keberatan konsumen secara langsung kepada pihak manajemen PT TAF Finance. Namun, apabila tidak terdapat tanggapan yang serius atau penyelesaian yang adil, LPK-RI Jember menyatakan siap menempuh jalur hukum melalui pengajuan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) di Pengadilan Negeri sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen yang merasa dirugikan.(Redf/fs)
Editor : Sofid