News

Rencana HALBI Pemda Pemalang Di Sorot Pemborosan, Diduga Potensi Pelanggaran Etika Dan Hukum

×

Rencana HALBI Pemda Pemalang Di Sorot Pemborosan, Diduga Potensi Pelanggaran Etika Dan Hukum

Sebarkan artikel ini

RABN.CO.ID, JATENG – Rencana Pemerintah Daerah Pemalang menggelar kegiatan halal bihalal di Jakarta memicu kritik tajam dari sejumlah kalangan, termasuk praktisi hukum. Meskipun sumber pembiayaan diklaim berasal dari pihak ketiga, substansi kegiatan tersebut dinilai tidak mencerminkan prinsip-prinsip efisiensi, kepatutan, dan akuntabilitas dalam tata kelola pemerintahan yang baik.

Kegiatan yang diagendakan berlangsung di ibu kota negara ini dinilai menjauh dari konteks pelayanan publik daerah, terutama karena dilaksanakan di luar wilayah administratif dan tidak menyasar kepentingan langsung masyarakat Pemalang. Kritik terutama ditujukan pada penggunaan atribut jabatan kepala daerah dan pejabat publik dalam konteks yang berpotensi seremonial serta eksklusif.

Akademisi dan Pakar hukum. Dr.(c) Imam Subiyanto, S.H., M.H., CPM, menyampaikan bahwa kegiatan tersebut patut diuji dari segi kepatutan administratif dan kemungkinan implikasi hukum.

“Meski dananya dari pihak ketiga, kita tidak boleh melupakan bahwa kegiatan tersebut melibatkan pejabat publik dalam kapasitas formalnya. Ketika sumber dana berasal dari pihak yang punya kepentingan terhadap kebijakan daerah, maka potensi konflik kepentingan dan gratifikasi menjadi isu yang serius,” kata Imam, Kamis 24/4/2025.

Ia mengutip Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan bahwa penerimaan hadiah atau janji oleh pejabat negara dapat dikategorikan sebagai gratifikasi jika berhubungan dengan jabatannya dan bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya.

“Di sinilah problem etik dan hukum bertemu. Kegiatan yang tampak sosial bisa bermetamorfosis menjadi arena pertukaran pengaruh atau balas budi politik,” tambahnya.

Pengamat kebijakan publik juga menilai bahwa langkah Pemda Pemalang tersebut tidak mencerminkan skala prioritas pembangunan daerah,huuu apalagi jika kegiatan itu tidak berdampak langsung terhadap peningkatan pelayanan dasar, penguatan ekonomi lokal, atau pemberdayaan masyarakat.

“Di tengah tuntutan efisiensi anggaran dan pelayanan publik yang masih belum optimal, menggelar acara non-prioritas di luar daerah adalah bentuk disorientasi birokrasi,”

Rencana halal bihalal ini menjadi ujian bagi komitmen reformasi birokrasi di tingkat daerah. Sebab, kegiatan pemerintahan tak hanya dinilai dari sisi legalitas administratif, tetapi juga dari perspektif etika dan akuntabilitas publik.
Masyarakat dan lembaga pengawas, termasuk inspektorat daerah dan Ombudsman RI, diharapkan memberi perhatian terhadap pelaksanaan kegiatan ini. Jika ditemukan indikasi pelanggaran etik maupun hukum, maka penegakan aturan menjadi keniscayaan.(redF)

Editor: Sofid

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *